Pertengahan bulan Januari 2016 mungkin adalah salah
satu momen paling mengesankan dalam 20 tahun kehidupanku. Entah sudah berapa
tahun lamanya aku tidak pernah
meninggalkan Jawa Timur, apalagi keluar dari Indonesia. Mungkin ini perjalanan
pertamaku bersama teman-teman dan tanpa ditemani orangtua. Ya, hari itu aku
membawa koperku, menjinjing tas ransel sambil memegang buku passport untuk pertama kalinya. Hari itu
aku memulai perjalananku menuju Hong kong dengan membawa sekitar 18 orang
teman-teman seperjuangan di jurusan arsitektur.
Aku berangkat menuju ke Hong kong untuk mempelajari bagaimana kehidupan
arsitektur di sana, melihat Hong Kong dari kacamata mahasiswa arsitektur.
Dalam perjalanan menuju bandara, aku memperhatikan
jalanan yang setiap hari aku lewati. Perumahan itu lagi, pohon-pohon itu lagi,
kemacetan itu lagi. Tidak ada bangunan yang menarik bagiku, semuanya tampak
biasa, tak ada yang indah seperti gambar-gambar hasil rendering arsitek
terkenal di internet. Aku berusaha merekam bagaimana bangunan-bangunan itu
berbaris di pinggir jalan. Papan iklan sebuah sinetron, lampu-lampu merah, dan
bunyi klakson yang saling menyaut, “Hong Kong pasti akan jauh lebih
menyenangkan dari ini,”, pikirku. Sebuah kota yang besar dan maju seperti Hong
Kong pasti lebih indah, lebih tertata, lebih hijau, lebih ini, lebih itu. Ah,
rasanya gugup sekali membayangkan berada di tengah-tengah masyarakat Hong Kong,
berjalan di pedestrian kota Hong Kong, bertemu dengan arsitektur-arsitektur
yang keren seperti gambar di internet. Aku bahkan lupa bahwa aku punya tanggung
jawab sebagai ketua Studi Ekskursi Arsitektur hari itu.
Menginjakkan
kaki di bandara Juanda, memasuki ruang tunggu di sana, aku semakin
semangat. Aku duduk di sebuah kursi di dekat dosen pembimbing Studi Ekskursiku.
Aku memperhatikan buku passport yang ia pegang. Tebal. Tiga tumpuk buku
berwarna hijau terlihat disatukan dengan staples. “Wah bu, passportnya tebel
banget.”, tanyaku pada ibu dosen. “Iya ini passport meskipun sudah penuh,
masih saya simpan buat kenang-kenangan.
Ini ada stampel dari perjalanan ke mana-mana. Saya udah pernah ke Srilanka
lho”, ceritanya sambil menunjukkan stampel bandara Srilanka. Beliau baru-baru
ini ke sana untuk mempresentasikan jurnal ilmiah arsitekturnya. Melihat
tumpukan itu, aku jadi kagum, tertarik ingin mengumpulkan juga stampel-stampel
dari berbagai negara. Tapi... Pergi ke Hong Kong saja baru pertama kali setelah
belasan tahun, kapan aku bisa pergi ke negara lain lagi?
Suara pengumuman menuntut kami segera beranjak dari
tempat duduk untuk menuju pesawat. Dalam beberapa jam lagi kami akan sampai di
Singapura untuk transit. Esok harinya kami melanjutkan penerbangan kembali
menuju Hong Kong. Hong Kong semakin dekat.
Benar saja! Menginjakkan kaki di bandara udara Hong
Kong sudah terasa berbeda. Mengikuti perjalanan dari jendela bis sudah sangat
menyenangkan. Suasana kota terlihat lebih hidup dengan adanya pejalan-pejalan
kaki yang tampak di sepanjang jalan. Mulai dari pegawai kantor dengan baju
formalnya sampai siswa-siswi sekolah dengan seragamnya. Luar biasa! Aku kini
benar-benar berada di Hong Kong.
Suatu pemandangan yang sangat amat berbeda antara
Surabaya dan Hong Kong benar-benar berada pada arsitekturnya. Di Surabaya,
bangunan satu hingga empat lantai masih sangat wajar dan berjajar mengiringi
jalan raya. Pohon-pohon dan tanaman-tanaman masih menghiasi pinggir jalan. Tapi
di Hong Kong, setiap jalanan yang kulewati selalu ditemani dengan bangunan
tinggi. Gedung perkantoran, apartemen, hotel, mewarnai pemandangan di tengah
kota. Bangunan-bangunan tinggi memadati pusat kota Hong Kong. Bahkan garis
langit hampir tertutupi dengan bangunan-bangunan tinggi. Jika berkendara di
sana, mungkin kita tidak akan merasakan silaunya matahari di siang hari karena
tertutupi oleh bayangan bangunan-bangunan tinggi.
Setelah melewati padatnya bangunan-bangunan di
pinggir jalan raya utama, bis mulai membawaku dan teman-teman ke daerah yang
lebih lega. Aku kembali bisa melihat langit walaupun hari itu perjalanan kami
ditemani rintik-rintik hujan. Sepanjang perjalanan hari itu menuju hotel, aku
tidak memasukkan ponselku ke dalam tas. Aku slalu memegangnya dengan aplikasi
kamera yang selalu stand by sehingga
sewaktu-waktu aku bisa mngabadikan pemandangan langka ini. Ah tampak juga
bangunan-bangunan yang akan kami kunjungi mulai esok hari.
Dalam perencanaan perjalanan itu, aku sudah memilih
arsitektur-arsitektur yang unik. Salah satu diantaranya adalah karya sang
pemenang Pritzker Prize, Zaha Hadid.
Sosok arsitek yang berulang-ulang disebut namanya di jam perkuliahan.
Karya beliau yang akan kami kunjungi adalah Jockey Club Innovation Tower.
Gedung ini adalah gedung kampus milik Hong Kong Polytechnic University.
Bentuknya yang meliuk-liuk yang menunjukkan kekhasan karya si arsitek membuatku
penasaran bagaimana isi dari bangunan tersebut. Arsitektur menarik lainnya yang
akan kami kunjungi adalah Hong Kong Shanghai Bank Headquarter. Ya arsitektur
yang terkenal dengan struktur gantungnya. Arsitektur yang disebut juga berulang
kali dalam perkuliahan arsitektur karena strukturnya tersebut. HSBC Headquarter
ini juga merupakan salah satu karya arsitek terkenal yaitu Norman Foster.
Bahkan kami juga akan berkesempatan mengunjungi kantor cabangnya di Hong Kong
ini. Kegembiraan akan mengunjungi karya-karya terkenal ini membuat semangatku
meledak-ledak. Aku tidak berhenti tersenyum bahagia membanggakan bahwa aku
pernah mgninjakkan kaki di bangunan-bangunan tersebut.
Pada hari
ketiga, akhirnya aku sampai pada highlight
pertama dari perjalanan ini, yaitu berkunjung ke kantor Foster+Partner di Hong
Kong. Di sana kami disambut dengan baik dan kami mendapatkan penjelasan
bagaimana proses mendesain di Foster+Partner. Bagaimana mereka memperhatikan
cuaca, iklim, kondisi sosial masyarakat setempat dan feng shui. Ya, kami kaget
bahwa studio arsitek dari barat seperti Foster+Partner masih terpengarunhi oleh
feng shui. Kuatnya budaya dan kepercayaan masyarakat Hong Kong terhadap feng
shui membuat arsitek di negara tersebut mau tidak mau menjadikannya sebagai
salah satu poin pertimbangan dalam desain. Mr. Collin Ward, sebagai
representatif dari Foster +Partner menjelaskan bahwa gedung HSBC Headquarter
yang akan kami kujungi juga dipengaruhi oleh feng shui. Bahkan ada cerita yang
menarik di balik desain bangunan tersebut. Namun ia tidak menceritakannya.
Rasa penasaran
aku dan teman-teman membuat kami bertanya mengenai cerita tersebut kepada tour
guide kami. Usai dari kantor Foster+Partner, dalam perjalanan menuju kunjungan
berikutnya, kami bertanya padanya di bis. Ia menceritakan bahwa perusahaan HSBC
bersaing dengan perusahaan Bank of China. Posisi gedung HSBC dianggap
menghalangi energi positif yang akan datang ke perusahaan Bank of China. Untuk
melawan itu, maka gedung Bank of China Tower di desain dengan bentuk seperti
pisau. Pisau ini diharapkan bisa ‘mengalahkan’ perusahaan lawan. Di bagian atap
dari Bank of China Tower juga terdapat seperti penangkal petir yang panjang
yanag dipercaya dapat mengalahkan perusahaan lawan. Mendengar cerita
tersebut, lantas kami tertawa hampir
tidak percaya. Bagaimana arsitektur di Hong Kong ternyata bisa menjadi objek
peperangan feng shui dari dua perusahaan. Cerita itu ternyata masih berlanjut dengan
usaha perlawanan dari perusahaan HSBC. Untuk melawan ‘serangan’ dari pisau
tersebut, di atap HSBC Headquarter diletakkan ‘meriam’. Jika diperhatikan di
bagian rooftop gedung tersebut memang
ada 4 buah objek berbentuk seperti meriam di sana. Kami lantas tertawa tidak
percaya bahwa arsitektur memiliki cerita yang menarik seperti itu di dalamnya.
Namun terlepas
dari feng shui tersebut, ketika kami mengunjungi langsung kedua karya
arsitektur tersebut kami dibuat kagum. Struktur bangunannya yang unik membuat
kami secara otomatis mengambil kamera untuk mengabadikan gambar.
Sebagai salah
satu bangunan tinggi yang menghuni pusat kota Hong Kong, HSBC Headquarter sudah
sangat terkenal di kalangan arsitek dan mahasiswa arsitek. HSBC Headquarter
dikenal dengan teknologi struktur gantungnya. Dari lantai dua bangunan tersebut aku dapat
kolom yang tidak menerus ke lantai, melaikan seperti benar-benar menggantungkan
struktur lantai pada kolom kecil tersebut. Di ujung sisi bangunan dapat
terlihat 4 kolom-kolom besar yang disatukan menjadi mega-column. Di setiap
ujung terdapat 4 buah kolom besar sehingga secara total terdapat 16 kolom besar
yang menopang bangunan tersebut. Sayangnya kami tidak bisa lebih dari lantai 2
dan harus segera meninggalkan gedung bank tersebut karena takut mengganggu
aktivitas di sana. Lantai 1 dari gedung ini dibiarkan terbuka menjadi open
space dan jalur sirkulasi orang-orang secara umum. Pada event tertentu, area
ini ramai dengan tenda berwarna-warni tempat orang dapat beristirahat di sana.
Dari kunjungan di karya arsitektur ini, aku belajar bagaimana memanfaatkan
ruang dengan unik. Tentu saja aku juga belajar bagaimana sebuah teknologi
struktur yang canggih yang kemungkinan
belum dapat ditemukan di Indonesia.
Karya arsitektur
kedua yang saya nanti-nantikan adalah karya Zaha Hadid, yaitu Jockey Club
Innovation Tower. Meskipun disebut tower, tetapi gedung ini tidak tampak
seperti tower pada umumnya yang biasa aku temui di Surabaya. Bentuknya yang
meliuk-liuk sangat khas bahwa adanya sentuhan dari pemikiran seorang Zaha
Hadid. Dosen pembimbing kami menjelaskan bahwa bangunan ini kemungkinan tidak
menggunakan struktur beton seperti pada tampak luarnya. Panel-panel digunakan
untuk menutupi struktur asli dari bangunan yang tampak masif ini. Berkesempatan untuk berkeliling ke dalam
bangunan ini, akhirnya saya mengeksplor bangunan ini dan mengunjungi tiap
lantainya.
Gedung ini
digunakan oleh mahasiswa-mahsiswi jurusan seni dan juga arsitektur. Banyak
terlihat karya-karya seni yang dipamerkan di selasar milik mahasiswa.
Fotografi, lukisan, kemudian maket. Melihat objek yang amiliar ini aku dan
seorang temanku langsung tertarik untuk melihatnya. Benar saja di sana banyak
sekali karya-karya mahasiswa-mahasiswi arsitektur di universitas tersebut.
Meskipun karya tersebutn milik mahasiswa-mahasiswi semester awal yang berada di
bawah kami, namun karya mereka sangatlah jauh berbeda. Terlihat detail-detail
kecil pada maket yang dibuat dengan rapi dan detail-detail desain lainnya pada
lembaran portolio di belakang maket.
Puas melihat
karya-karya arsitektur tersebut, kami kembali ke tempat penginapan kami.
Dalam perjalanan
di hari terakhir menuju bandara udara Hong Kong, aku memutuskan untuk merekam
pemandangan kota dengan mataku. Pemandangan yang kemungkinan tidak akan aku
lihat lagi. Pemandangan dari bangunan-bangunan tinggi yang menghiasi kota.
Pemandangan Hong Kong dari kacamataku sebagai seorang mahasiswi arsitektur.
video by : r.f