Tuesday 19 December 2017

Hong Kong dari Kacamata Mahasiswa Arsitektur

Pertengahan bulan Januari 2016 mungkin adalah salah satu momen paling mengesankan dalam 20 tahun kehidupanku. Entah sudah berapa tahun lamanya aku  tidak pernah meninggalkan Jawa Timur, apalagi keluar dari Indonesia. Mungkin ini perjalanan pertamaku bersama teman-teman dan tanpa ditemani orangtua. Ya, hari itu aku membawa koperku, menjinjing tas ransel sambil memegang buku passport untuk pertama kalinya. Hari itu aku memulai perjalananku menuju Hong kong dengan membawa sekitar 18 orang teman-teman seperjuangan di jurusan arsitektur.  Aku berangkat menuju ke Hong kong untuk mempelajari bagaimana kehidupan arsitektur di sana, melihat Hong Kong dari kacamata mahasiswa arsitektur.

Dalam perjalanan menuju bandara, aku memperhatikan jalanan yang setiap hari aku lewati. Perumahan itu lagi, pohon-pohon itu lagi, kemacetan itu lagi. Tidak ada bangunan yang menarik bagiku, semuanya tampak biasa, tak ada yang indah seperti gambar-gambar hasil rendering arsitek terkenal di internet. Aku berusaha merekam bagaimana bangunan-bangunan itu berbaris di pinggir jalan. Papan iklan sebuah sinetron, lampu-lampu merah, dan bunyi klakson yang saling menyaut, “Hong Kong pasti akan jauh lebih menyenangkan dari ini,”, pikirku. Sebuah kota yang besar dan maju seperti Hong Kong pasti lebih indah, lebih tertata, lebih hijau, lebih ini, lebih itu. Ah, rasanya gugup sekali membayangkan berada di tengah-tengah masyarakat Hong Kong, berjalan di pedestrian kota Hong Kong, bertemu dengan arsitektur-arsitektur yang keren seperti gambar di internet. Aku bahkan lupa bahwa aku punya tanggung jawab sebagai ketua Studi Ekskursi Arsitektur hari itu. 

Menginjakkan  kaki di bandara Juanda, memasuki ruang tunggu di sana, aku semakin semangat. Aku duduk di sebuah kursi di dekat dosen pembimbing Studi Ekskursiku. Aku memperhatikan buku passport yang ia pegang. Tebal. Tiga tumpuk buku berwarna hijau terlihat disatukan dengan staples. “Wah bu, passportnya tebel banget.”, tanyaku pada ibu dosen. “Iya ini passport meskipun sudah penuh, masih  saya simpan buat kenang-kenangan. Ini ada stampel dari perjalanan ke mana-mana. Saya udah pernah ke Srilanka lho”, ceritanya sambil menunjukkan stampel bandara Srilanka. Beliau baru-baru ini ke sana untuk mempresentasikan jurnal ilmiah arsitekturnya. Melihat tumpukan itu, aku jadi kagum, tertarik ingin mengumpulkan juga stampel-stampel dari berbagai negara. Tapi... Pergi ke Hong Kong saja baru pertama kali setelah belasan tahun, kapan aku bisa pergi ke negara lain lagi?
Suara pengumuman menuntut kami segera beranjak dari tempat duduk untuk menuju pesawat. Dalam beberapa jam lagi kami akan sampai di Singapura untuk transit. Esok harinya kami melanjutkan penerbangan kembali menuju Hong Kong. Hong Kong semakin dekat.

Benar saja! Menginjakkan kaki di bandara udara Hong Kong sudah terasa berbeda. Mengikuti perjalanan dari jendela bis sudah sangat menyenangkan. Suasana kota terlihat lebih hidup dengan adanya pejalan-pejalan kaki yang tampak di sepanjang jalan. Mulai dari pegawai kantor dengan baju formalnya sampai siswa-siswi sekolah dengan seragamnya. Luar biasa! Aku kini benar-benar berada di Hong Kong.

Suatu pemandangan yang sangat amat berbeda antara Surabaya dan Hong Kong benar-benar berada pada arsitekturnya. Di Surabaya, bangunan satu hingga empat lantai masih sangat wajar dan berjajar mengiringi jalan raya. Pohon-pohon dan tanaman-tanaman masih menghiasi pinggir jalan. Tapi di Hong Kong, setiap jalanan yang kulewati selalu ditemani dengan bangunan tinggi. Gedung perkantoran, apartemen, hotel, mewarnai pemandangan di tengah kota. Bangunan-bangunan tinggi memadati pusat kota Hong Kong. Bahkan garis langit hampir tertutupi dengan bangunan-bangunan tinggi. Jika berkendara di sana, mungkin kita tidak akan merasakan silaunya matahari di siang hari karena tertutupi oleh bayangan bangunan-bangunan tinggi.


 Pusat Hong Kong

Setelah melewati padatnya bangunan-bangunan di pinggir jalan raya utama, bis mulai membawaku dan teman-teman ke daerah yang lebih lega. Aku kembali bisa melihat langit walaupun hari itu perjalanan kami ditemani rintik-rintik hujan. Sepanjang perjalanan hari itu menuju hotel, aku tidak memasukkan ponselku ke dalam tas. Aku slalu memegangnya dengan aplikasi kamera yang selalu stand by sehingga sewaktu-waktu aku bisa mngabadikan pemandangan langka ini. Ah tampak juga bangunan-bangunan yang akan kami kunjungi mulai esok hari.

Dalam perencanaan perjalanan itu, aku sudah memilih arsitektur-arsitektur yang unik. Salah satu diantaranya adalah karya sang pemenang Pritzker Prize, Zaha Hadid.  Sosok arsitek yang berulang-ulang disebut namanya di jam perkuliahan. Karya beliau yang akan kami kunjungi adalah Jockey Club Innovation Tower. Gedung ini adalah gedung kampus milik Hong Kong Polytechnic University. Bentuknya yang meliuk-liuk yang menunjukkan kekhasan karya si arsitek membuatku penasaran bagaimana isi dari bangunan tersebut. Arsitektur menarik lainnya yang akan kami kunjungi adalah Hong Kong Shanghai Bank Headquarter. Ya arsitektur yang terkenal dengan struktur gantungnya. Arsitektur yang disebut juga berulang kali dalam perkuliahan arsitektur karena strukturnya tersebut. HSBC Headquarter ini juga merupakan salah satu karya arsitek terkenal yaitu Norman Foster. Bahkan kami juga akan berkesempatan mengunjungi kantor cabangnya di Hong Kong ini. Kegembiraan akan mengunjungi karya-karya terkenal ini membuat semangatku meledak-ledak. Aku tidak berhenti tersenyum bahagia membanggakan bahwa aku pernah mgninjakkan kaki di bangunan-bangunan tersebut.

Pada hari ketiga, akhirnya aku sampai pada highlight pertama dari perjalanan ini, yaitu berkunjung ke kantor Foster+Partner di Hong Kong. Di sana kami disambut dengan baik dan kami mendapatkan penjelasan bagaimana proses mendesain di Foster+Partner. Bagaimana mereka memperhatikan cuaca, iklim, kondisi sosial masyarakat setempat dan feng shui. Ya, kami kaget bahwa studio arsitek dari barat seperti Foster+Partner masih terpengarunhi oleh feng shui. Kuatnya budaya dan kepercayaan masyarakat Hong Kong terhadap feng shui membuat arsitek di negara tersebut mau tidak mau menjadikannya sebagai salah satu poin pertimbangan dalam desain. Mr. Collin Ward, sebagai representatif dari Foster +Partner menjelaskan bahwa gedung HSBC Headquarter yang akan kami kujungi juga dipengaruhi oleh feng shui. Bahkan ada cerita yang menarik di balik desain bangunan tersebut. Namun ia tidak menceritakannya.

Rasa penasaran aku dan teman-teman membuat kami bertanya mengenai cerita tersebut kepada tour guide kami. Usai dari kantor Foster+Partner, dalam perjalanan menuju kunjungan berikutnya, kami bertanya padanya di bis. Ia menceritakan bahwa perusahaan HSBC bersaing dengan perusahaan Bank of China. Posisi gedung HSBC dianggap menghalangi energi positif yang akan datang ke perusahaan Bank of China. Untuk melawan itu, maka gedung Bank of China Tower di desain dengan bentuk seperti pisau. Pisau ini diharapkan bisa ‘mengalahkan’ perusahaan lawan. Di bagian atap dari Bank of China Tower juga terdapat seperti penangkal petir yang panjang yanag dipercaya dapat mengalahkan perusahaan lawan. Mendengar cerita tersebut,  lantas kami tertawa hampir tidak percaya. Bagaimana arsitektur di Hong Kong ternyata bisa menjadi objek peperangan feng shui dari dua perusahaan. Cerita itu ternyata masih berlanjut dengan usaha perlawanan dari perusahaan HSBC. Untuk melawan ‘serangan’ dari pisau tersebut, di atap HSBC Headquarter diletakkan ‘meriam’. Jika diperhatikan di bagian rooftop gedung tersebut memang ada 4 buah objek berbentuk seperti meriam di sana. Kami lantas tertawa tidak percaya bahwa arsitektur memiliki cerita yang menarik seperti itu di dalamnya.

Namun terlepas dari feng shui tersebut, ketika kami mengunjungi langsung kedua karya arsitektur tersebut kami dibuat kagum. Struktur bangunannya yang unik membuat kami secara otomatis mengambil kamera untuk mengabadikan gambar.


Sebagai salah satu bangunan tinggi yang menghuni pusat kota Hong Kong, HSBC Headquarter sudah sangat terkenal di kalangan arsitek dan mahasiswa arsitek. HSBC Headquarter dikenal dengan teknologi struktur gantungnya.  Dari lantai dua bangunan tersebut aku dapat kolom yang tidak menerus ke lantai, melaikan seperti benar-benar menggantungkan struktur lantai pada kolom kecil tersebut. Di ujung sisi bangunan dapat terlihat 4 kolom-kolom besar yang disatukan menjadi mega-column. Di setiap ujung terdapat 4 buah kolom besar sehingga secara total terdapat 16 kolom besar yang menopang bangunan tersebut. Sayangnya kami tidak bisa lebih dari lantai 2 dan harus segera meninggalkan gedung bank tersebut karena takut mengganggu aktivitas di sana. Lantai 1 dari gedung ini dibiarkan terbuka menjadi open space dan jalur sirkulasi orang-orang secara umum. Pada event tertentu, area ini ramai dengan tenda berwarna-warni tempat orang dapat beristirahat di sana. Dari kunjungan di karya arsitektur ini, aku belajar bagaimana memanfaatkan ruang dengan unik. Tentu saja aku juga belajar bagaimana sebuah teknologi struktur yang canggih  yang kemungkinan belum dapat ditemukan di Indonesia.

Karya arsitektur kedua yang saya nanti-nantikan adalah karya Zaha Hadid, yaitu Jockey Club Innovation Tower. Meskipun disebut tower, tetapi gedung ini tidak tampak seperti tower pada umumnya yang biasa aku temui di Surabaya. Bentuknya yang meliuk-liuk sangat khas bahwa adanya sentuhan dari pemikiran seorang Zaha Hadid. Dosen pembimbing kami menjelaskan bahwa bangunan ini kemungkinan tidak menggunakan struktur beton seperti pada tampak luarnya. Panel-panel digunakan untuk menutupi struktur asli dari bangunan yang tampak masif  ini. Berkesempatan untuk berkeliling ke dalam bangunan ini, akhirnya saya mengeksplor bangunan ini dan mengunjungi tiap lantainya.



Gedung ini digunakan oleh mahasiswa-mahsiswi jurusan seni dan juga arsitektur. Banyak terlihat karya-karya seni yang dipamerkan di selasar milik mahasiswa. Fotografi, lukisan, kemudian maket. Melihat objek yang amiliar ini aku dan seorang temanku langsung tertarik untuk melihatnya. Benar saja di sana banyak sekali karya-karya mahasiswa-mahasiswi arsitektur di universitas tersebut. Meskipun karya tersebutn milik mahasiswa-mahasiswi semester awal yang berada di bawah kami, namun karya mereka sangatlah jauh berbeda. Terlihat detail-detail kecil pada maket yang dibuat dengan rapi dan detail-detail desain lainnya pada lembaran portolio di belakang maket.

Puas melihat karya-karya arsitektur tersebut, kami kembali ke tempat penginapan kami.

Dalam perjalanan di hari terakhir menuju bandara udara Hong Kong, aku memutuskan untuk merekam pemandangan kota dengan mataku. Pemandangan yang kemungkinan tidak akan aku lihat lagi. Pemandangan dari bangunan-bangunan tinggi yang menghiasi kota. Pemandangan Hong Kong dari kacamataku sebagai seorang mahasiswi arsitektur.

video by : r.f

Tuesday 8 July 2014

Welcome Graceful Generation 2014

Selama sekitar 7 hari kami maba-maba barunya UK Petra dikenalin sama calon universitas kita ini, mulai dari ruangan-ruangannya apa aja, struktur organisasi, cara pembelajaran, hal-hal baru di tingkat universitas yang gak pernah kita lakukan di masa sekolah (SD-SMP-SMA)

(photo by : pubdek wgg2014)

Awalnya aku ngerasa males banget soale aku nggak seharusnya duduk di deretan anak-anak arsitek, aku pengennya duduk di DKV. Jadi aku jalani dengan perasaan kosong (awalnyaaa..)

Terus ketemulah aku sama yang namanya "kakak Frontline", mereka semacam pendamping selama kami ikut WGG kampus, satunya cewe, satunya lagi cowo. Orangnya fun banget, mereka berusaha keras mencairkan es yang ada di tengah-tengah kelompokku waakakak aku bisa bayangin gimana awkwardnya mereka.Lama-kelamaan aku ngerasain orang-orang ini care buanget. Ketika ada yang terpojokkan sendirian, mereka ngajakin ngumpul bareng trus ngobrol, waktu ada yang sakit, mereka kasi obat, trus mereka juga bawain kita snack biar ga bosen selama acara. Buaeek buanget lah pokok e (surabaya mode on)

Dan sampailah di hari trakhir.. Waktu sesi trakhir, sebelum closing, aku jadi nyadar,, tujuan rencananya Tuhan nempatin aku di Arsitek, kayak cerita nya si Yunus.Yunus kan di perintahkan Tuhan buat ke Niniwe tuh, tapi dia bandel trus lari ke Tarsis, sama kayak aku. Udah ditempatin Tuhan di Arsitek, malah pengennya kabur mulu ke DKV, padahal akhirnya di Niniwe, Yunus kan bawa keslamatan buat satu kota, satu visi besar dari Tuhan.

Mungkin Tuhan juga pengen kasi aku satu visi di Arsitek yang mungkin aku belum tahu itu apa. Tapi dengan bertemunya aku sama kakak-kakak Frontline ku, dan temen-temen kelompokku -Marvelous Avior- itu udah cukup menjadi bukti buatku kalo ada tujuan Tuhan yang besar buat aku di Arsitek UK Petra.







Semangaaatt!! 



(photo by : me :p)